KATASATUKALTIM.co.id, JAKARTA — Kesehatan warga Jakarta kini terancam karena dampak dari polusi udara yang kian hari makin parah.
Dibuktikan dengan jumlah pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang meningkat tajam. Hal ini juga didasarkan pada ungkapan Gunadi Sadikin, selaku Menteri Kesehetan (Menkes) RI.
Dari keterangannya menyebutkan, pasien ISPA sebelum Pandemi Covid-19 hanya berada pada kisaran 50.000 Pasien, namun saat ini jumlahnya melonjak mencapai 200.000 Pasien.
“Nah, itu ada akibat dari polusi udara ini,” tegas Menkes, saat ditemui selepas ASEAN Finance-Health Minister Meeting (AFHMM) 2023, Kamis (24/8), disadur dari CNBC.
Dilansir dara IQAir Polusi udara yang terjadi di Jakarta, menyebabkan 8.100 kematian selama 2023. Masalah lain yang juga ditimbulkan oleh polusi udara ini adalah kerugian di Jakarta yang mencapai US$2,1 miliar atau setara dengan Rp32,09 triliun rupiah (US$1= Rp15.280).
Sumber yang lain seperti Organisasi Kesehatan Global Vital Strategies dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, pada 27 Februari 2023 lalu, merilis informasi terkait polusi udara di Jakarta yang sangat berpotensi menyebabkan lebih dari 10.000 kematian dan 5.000 orang dirawat lantaran penyakit kardiorespirasi setiap tahunnya.
Dampak lainnya yang amat berbahaya, lebih dari 7.000 hasil buruk pada anak-anak, dan menelan biaya lebih dari US$2,9 miliar per tahunnya, yaitu 2,2% dari produk domestik regional bruto/PDRB DKI Jakarta.
Menkes sendiri memahami bahwa lima penyakit pernapasan (respiratory disease) mempunyai total klaim BPJS Kesehatan yang cukup besar, dengan jumlah Rp10 triliun.
Menurutnya penanganan polusi bisa dikendalikan. Contohnya pengendalian yang paling baik dan paling cepat adalah China.
“Mereka kan melakukan beberapa langkah-langkah drastis untuk memastikan langitnya biru kan, dan itu terbukti turun cepat. Jadi yang bikin kita optimis kalau teman-teman bantu juga edukasi masyarakat dan publik bahwa ini bisa ditangani. Itu harusnya bisa ditangani,” Jelasnya.
Dan langkah yang diambil Kemenkes adalah akan bergerak dari sisi hilir, yaitu di bidang kesiapan medis, penanganan pasien, dan kesehatan warga, bukan di sisi hulu atau sumber penyebabnya.
“Jadi posisi saya adalah meng-encourage agar sektor-sektor di hulu yaitu ada sektor energi transportasi lingkungan hidup supaya bisa memperketat emisi partikel-partikel ini sehingga kita yang di hilir itu tekanannya berkurang,” tandas Budi.(*)