KATASATUKALTIM — Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Rusman Ya’qub, angkat bicara soal kondisi guru Bimbingan Konseling (BK) pada sekolah-sekolah di Kaltim. Pasalnya, situasi mereka kurang mendapat dukungan optimal.
Tak hanya itu, dia juga menandaskan bahwa seluruh masalah siswa hanya ada di pundak guru BK adalah pandangan keliru. Semestinya, menurut Rusman, setiap guru mata pelajaran (mapel) turut berperan penting dalam menyelesaikan masalah pelajar.
“Sangatlah tidak memadai khususnya di sekolah milik pemerintah, di mana rata-rata jumlah Guru BK paling banyak 5 orang di setiap Satuan Pendidikan (SP), sementara jumlah siswanya sampai ribuan,” jelas Rusman Ya’qub, Selasa (31/10/2023).
“Belum lagi soal mindset di lingkungan SP bahwa siswa yang bermasalah adalah sepenuhnya tanggung jawab guru BK. Padahal, mestinya guru non BK alias guru mapel/guru kelas seharusnya ikut membantu. Paling tidak, deteksi dini bagi siswanya,” tambahnya.
Tidak lupa dia juga menyinggung masalah ruangan “bekas” untuk para guru BK, “Belum lagi persoalan ruangan tempat praktek (ruang BK) di SP, umumnya adalah di mana ruangan yang paling sempit dan nyaris tidak digunakan lagi untuk ruangan kelas, maka itulah ruangan BK,” tukas Rusman dengan tegas.
Lantaran kondisi ini, ia mendorong apa yang disebutnya sebagai “Klinik Konseling”. Saat ditanyai terkait idenya ini, dia bilang, “Saya memang mengusulkan ke Kadisdik Prov Kaltim agar membuat terobosan untuk mengatasi problematika guru BK di setiap satuan pendidikan, di mana terjadi kesenjangan antara jumlah guru BK dengan jumlah siswa yang harus ditangani di Satuan Pendidikan.”
“Oleh karenanya, saya mengusulkan agar Diknas Prov Kaltim menyediakan layanan khusus yang saya sebut dengan ‘Klinik Konseling’, yang ditempatkan melekat di kantor cabang Dinas atau di kantor Diknas kabupaten/kota di Kaltim,” sambung Rusman.
Melalui pendekatan ini, menurutnya, masalah-masalah yang amat kompleks dan memerlukan penanganan khusus dapat dirujuk ke klinik tersebut, “Gunanya apa, supaya mengakomodir atau memfasilitasi siswa yang tidak bisa tertangani di sekolahnya, atau bagi siswa yang perlu penanganan khusus, dan di situ pula mengharuskan untuk bisa kerja sama dengan para psikolog dan dokter spesialis jika itu memang dibutuhkan,” usul Rusman.
Ditambahkannya, “Problem sosial dan mental yang dihadapi siswa hari ini semakin kompleks, rumit dan beragam. Itu akibat kemajuan informasi dan teknologi sehingga memerlukan penangan yang serius, terutama soal bullying di dunia pendidikan.” (Adv)